
Air Mata Santri di Sidang Munaqosyah
Pada hari itu, di ruang sidang munaqosyah, suasana tampak terlihat berbeda dengan hari – hari biasanya. Beberapa santri duduk khusyu sambil membolak balikan makalah, menunggu giliran pemanggilan untuk masuk ruangan. Namun, nampakanya bagi Fulanah , hari itu terasa sangat berbeda. Sejak pagi, rasa cemas dan gelisah menyelimuti dirinya. Ia tahu bahwa makalah yang ia tulis bukanlah sekadar tugas pondok biasa. Ada sesuatu yang sangat pribadi yang berhubungan dengan makalahnya itu, yang jarang ia ungkapkan pada orang lain, bahkan teman-temannya sekalipun.


Makalah tersebut mengangkat Judul “Pengaruh Interaksi Orang Tua terhadap Kesehatan Mental Anak“ Judul yang Ia buat bukanlah hanya judul akademik. Itu adalah kisah dirinya sendiri, kisah tentang perjalanan keluarganya, tentang ayah dan ibu yang berpisah, dan tentang perjuangannya untuk mengobati luka pengasuhan yang ia dapatkan.


Di tengah sidang yang berlangsung, saat penguji bertanya lebih mendalam mengenai pemilihan judul itu, Fulanah terdiam seribu bahasa. Sepertinya pertanyaan tersebut mengarah pada hal yang sangat sensitif baginya. Kemudian penguji bertanya ulang “Mengapa memilih judul ini?” tanya penguji dengan penuh hati – hati. Fulanah menunduk, berusaha menahan air matanya.
Air matanya mulai menetes tanpa bisa dihentikan. Pada situasi itu penguji hanya bisa terdiam berempati. Fulanah tahu, ini adalah saat yang berat baginya, namun Ia yakin dengan perjalanan hidupnya ini Ia akan menjadi pribadi yang kuat.


Ruangan semakin hening. Penguji yang tadinya sudah menyiapkan berbagai pertanyaan, kini tampak menyeka air mata yang tak terasa menetes. Begitu banyak cerita yang tersembunyi di balik setiap santri. Begitu banyak perjuangan yang mereka simpan dalam hati mereka masing-masing.
Hari itu, Fulanah bukan hanya menyelesaikan tugas akademiknya, tetapi juga menyampaikan pesan yang jauh lebih penting: bahwa interaksi, kasih sayang dan perhatian adalah hal yang tak ternilai bagi seorang anak. Tanpa itu, mereka mungkin merasa kesepian dalam perjalanan mereka.
Pesan Fulanah menjadi renungan bagi semua yang mebacanya. Sebuah pesan untuk para orang tua, bahwa mereka adalah ujung tombak yang membentuk masa depan anak, dan kasih sayang mereka dapat menjadi penopang semangat bagi para anak untuk terus maju meski menghadapi berbagai tantangan hidup.
Wallahu ‘Alam Bishowab
Salam AMCo Inspiring